Jumat, 23 September 2011

Moral Akan Dijadikan Evaluasi RSBI

JAKARTA - Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) akan mengevaluasi Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dari segi nilai moral dan akhlak.

Dirjen Pendidikan Menengah (Dikmen) Kemendiknas Hamid Muhammad mengatakan, saat ini evaluasi masih terus dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemendiknas. Walaupun Balitbang yang memimpin proses tersebut namun dirinya akan meminta agar tidak hanya mengubah RSBI secara akademik namun semua indikator yang terkait dengan sekolah tersebut.

Hamid meminta, penilaian raport sekolah serta masalah moral dan akhlak akan menjadi perhatian penting. “Ini yang akan saya masukkan menjadi penilaian. Namun, kita tetap akan menunggu hasil evaluasi Balitbang,” katanya di Gedung Kemendiknas.

Hamid menjelaskan, moral dan akhlak itu menjadi bagian penting di RSBI karena sekolah jenis ini merupakan panutan bagi sekolah standar nasional (SSN) dan sekolah umum lainnya. Dirinya mencontohkan, seperti SMA 70 yang tergolong RSBI namun masih saja tawuran dengan SMA 6. Lalu ada siswi SMA 28 yang meninggal karena menjadi korban aksi kebut-kebutan bulan puasa lalu.

Hamid mengaku, bahkan anaknya pernah menjadi korban bullying atau intimidasi disalah satu SMA RSBI terkenal di Jakarta Selatan. “Anak saya disuruh traktir seniornya setiap hari,” bebernya.

Mengenai status SMA 6 yang belum lama ini melakukan penyerangan kepada wartawan, dirinya menyebut sekolah tersebut masih SSN dan sedang menuju status RSBI. Jika nanti kriteria moral dan akhlak masuk dalam evaluasi RSBI, maka akan sangat sulit bagi SMA 6 untuk naik status.

Bagi Dirjen Pendidikan Dasar (Dikdas) Kemendiknas, Suyanto, adalah suatu hal yang tidak mungkin jika Kemendiknas menaikkan status SMA 6 menjadi RSBI karena sekolah yang sering tawuran menunjukkan moral siswa yang tidak beradab.

Usulan Balitbang akan mengevaluasi RSBI di antaranya, sistem perekrutan siswa tidak boleh mengedepankan sisi ekonomik melainkan akademik, nilai Ujian Nasional (UN) yang harus lebih tinggi dari sekolah nasional, dan tidak boleh ada pungutan di SD dan SMP serta untuk SMA masih diusahakan tidak meminta ke siswa.

Berdasarkan data Kemendiknas saat ini, jumlah RSBI ada 1.305 sekolah dengan perincian; SD (239), SMP (356) , SMA (359), dan SMK (351). Anggota Komisi X DPR Raihan Iskandar berpendapat, sesuai dengan UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan harus mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2012, ujarnya, pemerintah tidak menempatkan pendidikan karakter ini sebagai prioritas. Sebaliknya, pemerintah justru lebih fokus kepada pencapaian seperti Angka Partisipasi Kasar (APK) SD dan SMP. “Pemerintah malah serius mengejar target kelulusan UN yang justru menimbulkan kasus pemukulan guru terhadap siswa yang tak bisa menghafal nama-nama provinsi. Ini perilaku yang tidak sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri,” urainya.

Terkait dengan adanya kasus kekerasan di SMA 6, terangnya, itu hanyalah ekses dari desain kebijakan pendidikan yang tidak sesuai dengan tujuan penyelenggaraan pendidikan. Tawuran antarpelajar, berbagai kasus moral yang melibatkan guru, kasus korupsi yang melibatkan sejumlah pejabat, terangnya, bisa jadi hanyalah efek dari desain kebijakan pendidikan yang tidak menempatkan pendidikan karakter sebagai prioritas.(Neneng Zubaidah/Koran SI/rhs)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar